Pernah dengar tentang "Strategi Kebudayaan"? Ini adalah rencana besar pemerintah atau negara untuk mengembangkan dan mempromosikan budayanya, termasuk seni, film, musik, dan lain-lain. Tujuannya supaya budaya itu jadi kekuatan yang bisa mengharumkan nama bangsa, bahkan menghasilkan keuntungan ekonomi.
Mari kita lihat perbandingan dengan Korea Selatan dan apa saja hambatan serta potensi yang kita punya di Indonesia.
Belajar dari Korea Selatan: Strategi yang Berhasil
Korea Selatan itu contoh paling nyata bagaimana strategi kebudayaan bisa sangat sukses. Mereka dijuluki "menguasai dunia" lewat K-Pop, drama Korea, film, dan lain-lain. Ini bukan cuma karena SM Entertainment (agensi K-Pop) atau orang-orangnya tiba-tiba berbakat semua. Ternyata, kesuksesan mereka itu buah dari perencanaan matang pemerintah Korea sejak tahun 1980-an.
Apa yang dilakukan Korea Selatan?
- Investasi Besar: Pemerintah menganggap budaya sebagai "industri" yang strategis. Mereka mengucurkan dana besar untuk mendukung seniman, produksi film, musik, dan infrastruktur seni.
- Dukungan Penuh: Ada kebijakan yang jelas untuk melindungi hak cipta, mempromosikan karya di luar negeri, dan memfasilitasi kolaborasi.
- Pendidikan Seni yang Kuat: Mereka membangun institusi pendidikan seni yang berkualitas dan mendorong inovasi.
- Ekosistem yang Terintegrasi: Dari pelatihan, produksi, promosi, hingga distribusi, semua saling mendukung dan terencana dengan baik.
Hasilnya? Korea sekarang jadi trendsetter global di banyak aspek budaya.
Kondisi Indonesia: Potensi Besar dengan Hambatan
Indonesia itu punya potensi budaya yang LUAR BIASA BESAR. Kita punya ribuan suku, bahasa, tradisi seni klasik yang kaya (batik, wayang, tari, musik tradisional), pemandangan alam yang indah, dan keberagaman yang unik. Ini adalah modal yang tak ternilai!
Namun, artikel menyebutkan bahwa strategi kebudayaan Indonesia "kurang efektif". Kenapa?
Hambatan Utama:
- Modal dan Anggaran yang Terbatas: Berbeda dengan Korea yang sejak awal mengucurkan dana besar, dukungan finansial untuk seni dan budaya di Indonesia masih terasa kurang merata atau terbatas. Bayangkan kalau semua seniman otodidak yang berbakat bisa digaji atau dapat dukungan finansial, tentu perkembangannya akan lebih cepat.
- Kurangnya Pemerataan: Dominasi seniman dari kampus besar seperti ITB dan ISI Jogja menunjukkan bahwa dukungan dan kesempatan belum merata ke seluruh seniman di Indonesia, termasuk yang otodidak atau dari daerah. Ini membuat ekosistem seni terasa "tidak seimbang".
- Infrastruktur dan Kebijakan yang Belum Maksimal: Meskipun ada niat, implementasi kebijakan yang mendukung seniman (misalnya, perlindungan hak cipta yang kuat, kemudahan akses pameran internasional, fasilitas ruang berkarya) mungkin masih belum optimal.
- Mentalitas dan Apresiasi: Di beberapa lapisan masyarakat, seni masih dianggap sekadar hobi atau barang mewah, belum sepenuhnya dilihat sebagai profesi atau kekuatan ekonomi dan identitas bangsa.
- Regulasi dan Birokrasi: Proses perizinan atau dukungan dari pemerintah kadang masih terhambat oleh birokrasi yang rumit.
Potensi Lebih Lanjut (Visi Indonesia 2030 ke Atas):
Meskipun ada hambatan, potensi Indonesia itu luar biasa besar. Bayangkan di tahun 2030-an ke atas, jika kita bisa mengatasi hambatan ini:
- Kaya Budaya Asli dan Unik: Kita bisa menampilkan kekayaan batik, tenun, ukiran, tarian, musik daerah yang tak tertandingi di dunia. Ini bisa jadi daya tarik utama.
- Tradisi Seni Klasik yang Terjaga dan Berkembang: Wayang, gamelan, tari-tarian klasik tidak hanya dilestarikan, tapi juga diinterpretasikan ulang dengan sentuhan kontemporer, sehingga menarik generasi baru dan audiens internasional.
- Pop Culture (Seni Kekinian) yang Berlimpah dan Unik: Kita bisa punya genre musik, film, fashion, dan seni rupa kontemporer yang khas Indonesia, tidak hanya meniru Barat atau Korea, tapi punya identitas sendiri yang kuat dan digemari dunia.
- Destinasi "Umroh Spirit" untuk Dunia: Seperti yang disebutkan di artikel, jika kita berhasil mengembangkan seni dan budaya yang berkelas dan punya "spirit" yang mendalam, turis-turis dari Eropa dan Amerika mungkin akan berbondong-bondong datang ke Indonesia bukan hanya untuk wisata alam, tapi juga mencari inspirasi dan "spirit" melalui seni. Mereka bisa datang ke galeri, museum, atau sanggar seni kita untuk merasakan kedalaman budaya.
Bagaimana Caranya Mengembangkan Potensi Ini?
Ini butuh kolaborasi dari banyak pihak:
- Pemerintah: Harus punya visi jangka panjang dan alokasi dana yang signifikan untuk seni dan budaya, serta membuat kebijakan yang lebih pro-seniman.
- Institusi Pendidikan: Perlu mengembangkan kurikulum yang relevan dengan seni kontemporer dan mendorong kreativitas, tidak hanya meniru.
- Masyarakat dan Swasta: Perlu meningkatkan apresiasi terhadap seni dan bersedia mendukung seniman lokal.
- Seniman Sendiri: Harus terus produktif, berinovasi, dan tidak takut untuk berdialog dengan dunia lewat karyanya.
Dengan kerja sama dan komitmen yang kuat, bukan tidak mungkin Indonesia bisa jadi kekuatan budaya besar yang dihargai dunia, seperti Korea Selatan, bahkan dengan ciri khas dan kedalaman yang lebih unik karena kekayaan budayanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar