Impresionisme adalah salah satu aliran seni yang paling berpengaruh dalam sejarah seni Barat. Aliran ini bukan hanya sekadar gaya lukisan, tetapi juga sebuah gerakan revolusioner yang mendobrak tradisi seni yang sudah mapan, membuka jalan bagi era Seni Modern dan kebebasan berekspresi.
I. Latar Belakang Kemunculan Impresionisme
Sebelum kemunculan Impresionisme, dunia seni didominasi oleh aliran-aliran klasik seperti:
- Renaisans: Menekankan keindahan, proporsi, dan perspektif yang ideal, seringkali dengan tema-tema religius atau mitologi.
- Baroque: Dikenal dengan drama, emosi, dan gerakan dinamis, sering digunakan untuk propaganda gereja dan kerajaan.
- Neoklasikisme: Kembali pada kemurnian dan kesederhanaan seni klasik Yunani dan Romawi, dengan fokus pada garis dan bentuk yang jelas.
- Romantisisme: Menekankan emosi, individualisme, dan keindahan alam, seringkali dengan tema-tema heroik atau eksotis.
Pada era tersebut, lukisan-lukisan yang diakui umumnya menampilkan tema-tema tentang Tuhan, Malaikat, Raja, Orang Penting, Orang Kaya, atau Pemesan Kaya. Rakyat jelata, atau bahkan seniman itu sendiri, tidak lazim dijadikan objek lukisan. Adanya batasan ini membuat seniman merasa terkekang dan tidak leluasa dalam berekspresi.
Kemunculan fotografi pada tahun 1841 juga menjadi pemicu penting. Fotografi mampu menangkap detail suatu objek dengan cepat dan akurat, membuat para pelukis merasa perlu untuk menemukan ciri khas dan karakter lukisan itu sendiri yang tidak bisa digantikan oleh mesin. Hal ini memicu para seniman untuk mencari bentuk ekspresi yang berbeda dan unik.
II. Pengertian dan Ciri Khas Impresionisme
Nama "Impresionisme" sendiri diambil dari judul lukisan Claude Monet, salah satu pelopor aliran ini, yaitu "Impression, Sunrise" (1872). Aliran ini muncul dari keresahan sekelompok seniman (seperti komunitas seni) yang merasa jenuh dengan bentuk karya seni yang "gitu-gitu saja" dan tantangan dari kemunculan fotografi.
Ciri khas utama aliran Impresionisme adalah:
- Mementingkan "kesan (impresi)" ketimbang penggambaran detail (subject-matter). Para pelukis impresionis tidak berusaha mereproduksi realitas secara harfiah, melainkan menangkap kesan sesaat dari cahaya, warna, dan suasana.
- Penggunaan sapuan kuas yang pendek, tebal, dan terlihat jelas. Ini menciptakan tekstur pada permukaan kanvas dan menangkap vibrasi cahaya.
- Fokus pada efek cahaya dan perubahan warnanya. Pelukis impresionis sangat tertarik pada bagaimana cahaya mempengaruhi warna objek pada waktu yang berbeda dalam sehari atau dalam kondisi cuaca yang berbeda.
- Melukis di luar ruangan (en plein air). Ini adalah salah satu langkah revolusioner mereka. Melukis di luar studio memungkinkan mereka untuk mengamati dan menangkap perubahan cahaya dan suasana secara langsung, yang tidak mungkin didapatkan di dalam studio. Proses melukis harus cepat karena kondisi cahaya terus berubah.
- Objek lukisan yang beragam dan "biasa". Berbeda dengan aliran sebelumnya, impresionisme mengangkat tema-tema kehidupan sehari-hari, pemandangan alam, potret orang biasa, dan aktivitas masyarakat.
III. Revolusi Sosial dan Penolakan Awal
Para pelukis Impresionis sering melukis di luar studio, bukan hanya untuk menangkap kesan cahaya, tetapi juga karena mereka mulai melihat kondisi sosial di sekitar mereka. Paris pada tahun 1800-an mengalami banyak ketidakadilan dan kemiskinan, namun galeri seni di Prancis pada saat itu hanya menampilkan karya-karya akademik yang bersifat idealis atau propaganda, seringkali "mencitrakan" keindahan atau kegagahan yang tidak sesuai dengan realitas.
Contoh karya akademik meliputi lukisan pesanan Napoleon Bonaparte yang dilebih-lebihkan atau lukisan anggota "DPR" yang bersifat pencitraan. Lukisan-lukisan ini seolah menutup mata terhadap keadaan sebenarnya di masyarakat.
Pameran seni bergengsi di Paris pada masa itu adalah "The Salon" Academic des Beaux-Arts. Ketika para seniman Impresionis mencoba menampilkan karya-karya mereka, mereka langsung ditolak dan bahkan ditertawakan. Beberapa contoh karya yang ditolak karena dianggap tidak senonoh, vulgar, atau menampilkan rakyat jelata:
- "Luncheon on the Grass" karya Édouard Manet: Menampilkan wanita telanjang yang berinteraksi dengan pria berpakaian lengkap, yang dianggap tidak senonoh karena merepresentasikan realitas prostitusi di Paris.
- "A Bar at Folies-Bergère" karya Édouard Manet: Menampilkan seorang pramusaji wanita yang tampak sedih di tengah keramaian, dianggap tidak layak karena menampilkan rakyat jelata dalam keadaan emosional.
- "The Dance Class" karya Edgar Degas: Menggambarkan penari balet di belakang panggung, dianggap tidak elegan atau mulia untuk dipamerkan.
- "Bal du moulin de la Galette" karya Pierre-Auguste Renoir: Menampilkan pesta rakyat miskin, yang dianggap tidak pantas untuk galeri seni bergengsi.
Para seniman yang karya-karyanya ditolak ini, meskipun awalnya dianggap "gagal", pada akhirnya "abadi" tercatat dalam sejarah seni dan dikenang hingga kini. Metode dan pendekatan mereka menjadi inspirasi bagi banyak seniman berikutnya.
IV. Pameran Tandingan dan Dampaknya
Tidak menyerah pada penolakan, kelompok Impresionis kemudian mengambil langkah berani: mereka membuat pameran tandingan yang dinamakan "The Salon des Refusés" (Salon Penolakan). Pameran ini menampilkan karya-karya Impresionis dengan objek keadaan di sekitar kota Paris pada saat itu, dengan model rakyat biasa.
Pameran "The Salon des Refusés" ini sangat disukai oleh rakyat biasa karena mereka merasa terwakili dengan keadaan yang sesungguhnya. Secara sosial, pameran ini memiliki efek besar, mendorong rakyat Prancis untuk mulai berani menyuarakan ketidakadilan.
Desakan dari rakyat Prancis dan seniman lainnya akhirnya membuat pemerintah Prancis, yang diwakili oleh Napoleon Bonaparte, mengakui bahwa karya Impresionis adalah bagian dari karya lukis yang hakiki. Kebijakan ini memungkinkan siapa saja atau tema apa saja untuk menjadi objek lukisan, tanpa harus takut dilaporkan karena dianggap tidak senonoh atau tidak pantas.
V. Tonggak Sejarah Seni Modern
Pameran tandingan "The Salon des Refusés" yang sukses ini akhirnya membuat pameran "The Salon" Academic des Beaux-Arts yang sepi peminat bubar. Periode Impresionisme, yang dimulai sekitar tahun 1872, menjadi tonggak baru dalam sejarah seni. Ini adalah awal mula dari Periode Seni Modern (Modern Art), sebuah era di mana kebebasan berekspresi mulai diakui dan seniman tidak lagi terkekang oleh aturan akademik yang mengharuskan melukis hanya orang-orang penting.
Konsep "seni yang sejati senantiasa kreatif, menciptakan realitas baru, bukan tiruan dari sesuatu yang sudah ada" mulai mengemuka. Impresionisme membuka jalan bagi aliran-aliran seni baru, teknik-teknik, dan metode-metode baru yang terus bermunculan setelahnya, seperti Post-Impresionisme, Fauvisme, Kubisme, dan lain-lain.
Oleh karena itu, mempelajari Impresionisme sangat penting karena ia adalah awal mula dari seni yang mewarnai dunia modern, sebuah fondasi bagi kebebasan berekspresi yang kita nikmati saat ini.
VI. Pelajaran dari Impresionisme untuk Seniman Masa Kini
Meskipun Impresionisme adalah aliran seni dari abad ke-19, metode dan semangatnya masih relevan bagi seniman modern:
- Prioritaskan "kesan" daripada detail: Dalam berkarya, terutama dengan waktu terbatas, belajar menangkap esensi atau karakter objek dengan cepat sangatlah berharga. Ini bisa dilatih melalui live painting atau live sketch.
- Bebas berekspresi: Impresionisme mengajarkan kita pentingnya mendobrak batasan dan berani menampilkan apa yang dirasakan atau dilihat, terlepas dari norma atau ekspektasi yang ada.
- Berani mengambil risiko: Seniman Impresionis berani melukis di luar kebiasaan, bahkan ketika ditolak. Kegagalan di awal bukan berarti akhir, melainkan bisa menjadi jembatan menuju pengakuan dan inovasi.
- Apresiasi terhadap keseharian: Impresionisme mengangkat keindahan dan drama dari kehidupan sehari-hari dan orang-orang biasa, mengingatkan kita bahwa inspirasi bisa datang dari mana saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar