Dalam dunia seni, seringkali kita diajari bahwa ide sekecil apa pun dapat menjadi acuan untuk berkarya. Pengalaman pribadi seniman ini membuktikan hal tersebut, di mana sebuah ide yang berawal dari pengamatan "remeh-temeh" justru berhasil disetujui oleh kurator dari Galeri Rumah Proses.
Ketika Pandemi Melahirkan Ide "Mono No Aware"
Cerita ini bermula ketika seniman harus mempersiapkan karya baru untuk pameran tunggalnya di Galeri Rumah Proses. Tantangan besar muncul karena situasi pandemi COVID-19 yang memberlakukan karantina ketat di area studio. Pembatasan mobilitas ini membuat pengajuan konsep karya terus-menerus ditolak oleh pihak galeri karena dianggap kurang matang secara observasi. Hingga bulan Juni, ide karya belum disetujui, sementara tenggat waktu pameran sudah di bulan Agustus.
Dalam kebuntuan ide, seniman ini iseng mengunggah story di Instagram dengan nada "bandel" atau sedikit memberontak. Respon dari warganet yang mengomentari "bandel" dan "ngeles" justru memicu sebuah ingatan akan istilah "Mono No Aware".
Memahami "Mono No Aware"
Mono No Aware (物の哀れ) adalah sebuah konsep estetika dalam kebudayaan Jepang yang memiliki makna mendalam. Secara harfiah, istilah ini dapat diartikan sebagai "kesedihan akan segala sesuatu" atau "kepekaan terhadap fana-nya suatu hal".
Inti dari Mono No Aware adalah:
- Kesadaran akan kefanaan: Mengakui bahwa segala sesuatu itu tidak kekal, akan berubah, dan pada akhirnya akan hilang.
- Perasaan melankolis yang lembut: Munculnya perasaan sedih yang manis atau melankolis yang timbul dari kesadaran akan kefanaan tersebut. Namun, kesedihan ini bukan kesedihan yang menghancurkan, melainkan sebuah apresiasi mendalam terhadap keindahan momen yang berlalu.
- Apresiasi terhadap momen kini: Justru karena kesadaran akan kefanaan, kita jadi lebih menghargai setiap momen yang ada.
Contoh Mono No Aware:
- Melihat kelopak bunga sakura berguguran: Ada keindahan yang menyedihkan karena musim bunga akan segera berakhir.
- Mendengar tawa anak-anak yang riang: Ada kebahagiaan, tapi juga kesadaran bahwa mereka akan tumbuh dewasa dan momen itu tidak akan terulang persis sama.
- Melihat peninggalan tua: Menyisakan rasa haru akan masa lalu yang telah berlalu.
Dalam konteks pandemi COVID-19, banyak orang merasakan "Mono No Aware" secara tidak langsung. Keterbatasan gerak, perubahan rutinitas, dan ketidakpastian menciptakan suasana di mana momen-momen kecil di rumah menjadi lebih berharga, namun juga diselimuti kesadaran akan situasi yang tidak normal dan akan berlalu.
Mengubah Observasi Karantina Menjadi Karya Seni
Terinspirasi dari istilah tersebut, seniman ini menyadari bahwa selama tahun 2020, ia sedang berada dalam suasana "Mono No Aware" secara personal. Dari sinilah muncul ide untuk membuat karya bernuansa "Mono No Aware" versi dirinya, yang kemudian diusulkan kepada pihak galeri melalui meeting virtual.
Konsepnya adalah menciptakan karya yang mengamati kegiatan-kegiatan sehari-hari seniman selama masa karantina pandemi. Pihak galeri sempat mempertanyakan "bukti sahih" observasi yang terkesan "remeh-temeh" ini. Namun, seniman menjelaskan bahwa semua bukti observasi terekam dan terarsip dalam arsip story Instagram-nya. Argumentasinya kuat: pada masa pandemi, sebagian besar orang tidak bepergian dan salah satu kegiatan utama mereka adalah bermain gadget, sehingga observasi dari media sosial menjadi relevan.
Kurator akhirnya menyetujui ide ini, dan lahirlah sebuah karya yang berjudul "Mono No Aware".
Karya yang Tercipta: "Mono No Aware"
Dari situasi "Mono No Aware" dan observasi sederhana melalui story Instagram selama karantina, lahirlah sebuah karya seni yang berhasil dipamerkan dalam pameran tunggal seniman di Galeri Rumah Proses.
- Judul Karya: Mono No Aware
- Medium: Ballpoint on Paper
- Ukuran: 100 x 100 cm
- Status: Terjual (Sold)
Membedah Makna di Balik Lukisan "Mono No Aware"
Lukisan "Mono No Aware" ini adalah representasi visual dari pengalaman pribadi seniman selama masa pandemi COVID-19. Setiap elemen di dalamnya bukan sekadar objek, melainkan simbol yang menceritakan adaptasi, refleksi, dan harapan di tengah situasi yang tak terduga.
Makna Setiap Simbol dalam Lukisan
Berikut adalah penjabaran detail dari setiap simbol yang muncul dalam lukisan, yang diurutkan per baris untuk memudahkan pemahaman:
Baris Pertama
- Simbol APD Tenaga Medis: Ini melambangkan para tenaga medis sebagai pahlawan bertopeng yang sesungguhnya. Mereka disandingkan dengan Spiderman, ikon pahlawan super, untuk menyoroti pengorbanan dan peran vital mereka dalam melindungi masyarakat.
- Visual COVID dan Dunia: Kehadiran visual COVID-19 di atas dunia ini menggambarkan bagaimana hal sekecil virus Corona mampu mengubah tatanan dunia yang begitu besar. Ini menunjukkan kerentanan manusia dan dampak global dari sesuatu yang tak kasat mata.
Baris Kedua
- Cuci Tangan: Aktivitas cuci tangan, yang sebelumnya merupakan kebiasaan biasa, kini "naik kelas" menjadi penanda zaman dan sebuah kewajiban mutlak. Simbol ini merefleksikan perubahan norma kebersihan di era pandemi.
- Visual iMac: Selama karantina, iMac menjadi pusat aktivitas seniman. Dari kuliah daring, rapat Zoom, hingga hiburan Netflix, perangkat ini menjadi jendela utama ke dunia luar dan alat untuk tetap produktif di rumah.
- Simbol Frida Kahlo: Frida Kahlo adalah sosok seniman legendaris yang, meskipun mengalami cacat dan keterbatasan fisik yang membuatnya tidak bisa banyak bergerak, tetap berkarya dengan luar biasa di kamarnya. Simbol ini relevan dengan kondisi karantina, menjadi pengingat bahwa meskipun mobilitas terbatas, semangat berkarya harus terus menyala.
- Sarden Merek Atan: Kehadiran sarden merek Atan di sudut ini adalah simbol kebiasaan baru memasak di rumah, khususnya dengan makanan kaleng yang praktis, mengingat seniman dan istri yang sebelumnya jarang memasak. Merek "Atan" dipilih secara spesifik karena merupakan merek sarden yang dibagikan oleh pemerintah selama masa PSBB, menjadikannya penanda momen tertentu dalam pandemi.
Baris Ketiga
- Visual Kucing "Panda": Kucing bernama "Panda" adalah peliharaan ibu seniman, namun di sini ia melambangkan komitmen seniman dan istri untuk membantu kucing-kucing terdampak pandemi. Ini menyoroti aspek yang seringkali terlewatkan, bahwa hewan peliharaan, terutama kucing-kucing di area kampus yang bergantung pada makanan mahasiswa, juga terkena dampak penutupan kampus dan perlu perhatian.
- Visual Self-Portrait dan Istri Memakai Masker: Ini adalah representasi sederhana namun kuat dari masker sebagai penanda zaman, tren baru, dan kewajiban sementara. Simbol ini menangkap esensi adaptasi terhadap norma sosial yang baru.
- Mona Lisa: Visual Mona Lisa di akhir baris ketiga melambangkan kemudahan akses ke museum-museum terkenal di seluruh dunia secara daring selama lockdown. Banyak museum besar, seperti Museum Louvre (tempat Mona Lisa disimpan) dan Museum Van Gogh, menggratiskan tur virtual, memungkinkan pengalaman "berkunjung" dari rumah. Ini adalah simbol pemanfaatan momen langka di tengah keterbatasan.
Baris Keempat
- Visual Membaca dan Tamiya: Selama pandemi, seniman memiliki waktu lebih untuk membaca dan juga memperhatikan koleksi mainan (Tamiya). Ini menunjukkan bagaimana masa karantina memberikan kesempatan untuk menikmati hobi dan aktivitas santai secara bersamaan (membaca sambil bermain).
- Visual Bunga Matahari: Simbol bunga matahari mencerminkan tren baru memelihara tanaman selama pandemi, yang juga kebetulan merupakan bunga kesukaan istri seniman. Ini melambangkan sisi positif dari karantina, di mana banyak orang menemukan hobi baru di rumah.
- Son Goku: Karakter Son Goku dari Dragon Ball, bagi anak tahun 90-an, selalu terlintas sebagai penyelamat dunia. Kehadirannya di akhir lukisan adalah simbol harapan dan keyakinan bahwa "dunia akan menang" melawan pandemi. Ini mengacu pada keyakinan bahwa jika kita memahami dan menerima konsep "Mono No Aware" (kesadaran akan kefanaan dan keindahan dalam ketidakpermanenan), maka seperti ending di film Dragon Ball, kita (dunia) pada akhirnya akan melewati tantangan ini dan menang.
Pesan Keseluruhan
Melalui lukisan "Mono No Aware", seniman tidak hanya mendokumentasikan pengalamannya selama pandemi, tetapi juga mengajak kita merenung tentang keindahan dalam kefanaan, adaptasi terhadap perubahan, dan harapan di tengah ketidakpastian. Karya ini membuktikan bahwa inspirasi seni dapat ditemukan dalam hal-hal terkecil di sekitar kita, bahkan dalam rutinitas harian yang paling sederhana di masa yang luar biasa.
Pengalaman ini menunjukkan bahwa seni tidak selalu harus datang dari ide-ide besar atau observasi yang rumit. Terkadang, kepekaan terhadap hal-hal kecil di sekitar kita, bahkan dari aktivitas sehari-hari yang "remeh-temeh" selama masa sulit sekalipun, dapat menjadi sumber inspirasi yang mendalam dan menghasilkan karya seni yang berharga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar