Komunitas Pelukis Indonesia

Komunitas Pelukis Indonesia
Kopdar ini terasa istimewa bagi saya dan anggota komunitas pelukis indonesia , karena sebagian besar anggota untuk pertama kalinya bisa bertatap muka dan saling berbagi pengalaman langsung , sebelumnya hanya lewat sosial media berupa Watch App dan Facebook ,  Bertempat di Museum Layang-layang, Pondok Labu Jakarta Selatan , hari sabtu 3 Maret 2018 ,

kenapa memilih museum layang-layang sebagai tempat kopdar , karna menyesuaikan kondisi jakarta yang saat itu sering diguyur hujan, dan kebetulan yang punya museum layang-layang adalah keluarga anggota komunitas juga.



Sambil menunggu anggota yang lain datang , panitia menyiapkan kegiatan melukis OTS ( On The Spot ) dengan objek di sekitar museum layang - layang , dan membuat layang-layang

Live Sketch Bersama Toto BS
Foto Bersama Ibu Endang Ernawati ( Pemilik Museum Layang-layang )
Workshop Membuat Layang - Layang 
Datang Disambut Doorprize
Master Sketch Bp. Totok BS

Mas Danar , Mas Yayok , Masrudin , Roni




Share:

Pelukis Otodidak Yang Besar Karena Belajar

Ari Bertha Galung ( 30 )
Pria asal Dusun Bangi, Desa Woromarto, Kecamatan Purwoasri , Kabupaten Kediri ini mengaku hanya iseng dan tidak sengaja menekuni dunia lukis sejak 2013.

Awalnya Ari hanya coba coba ketika disuruh oleh Pamannya (Sis) untuk melukis dirinya, kala itu Ari baru di PHK dari perusahaan tempat Ari Bekerja, Ari mengaku awalnya memang sulit untuk langsung berhasil dengan hasil yang bagus.

Namun Ari tetap berusaha supaya hasilnya akan lebih bagus , dan ia pun memutuskan untuk membeli peralatan tambahan serta terus belajar supaya hasil karyanya menghasilkan karya yang lebih bagus.

Selang waktu sampai 2015 Ari mendapatkan pekerjaan , dan ia tetap menekuni dunia lukisnya hingga 2016 ia memutuskan untuk lebih serius dan ia sangat senang karyanya makin luas diapresiasi oleh penikmat seni dan masyarakat dan ia memutuskan untuk membuka jasa lukisan untuk tambahan penghasilan. 
Karya Ari Yang Menang Dalam Sebuah Event Di Jakarta
Ari Berta Galung : 
Lukis ini saya tekuni sejak 2013, Awalnya saya tidak sengaja, kebetulan waktu itu saya kena PHK dr Perusahaan, lalu paman nyuruh saya untuk nglukis dirinya, dahulu awalnya kurang bagus, dan saya dibayar meski murah, dari situ lah mulai lebih belajar lagi sampai sekarang ini, sempat juga saya tinggal kerja ikut orang tahun 2015 sambil nglukis untuk menghibur diri dan penghasilan tambahan , lalu 2016 saya lebih serius. 

banyak uang yang digunakan untuk membeli alat lukis yang harganya tidak murah buat saya. 
Untuk itu saya mulai lebih giat dan buka jasa lukis.

Facebook : Ari Berta Galung
WA 085790456774

July 09, 2017
Source : https://asalmunggah.blogspot.co.id
Share:

Minta Dilukis Gratis

DILUKIS GRATIS?

(Sebuah postingan di akun lama yang jumlah orang me-like-nya balapan dengan jumlah orang yang men-share-nya)

Saya pikir banyak, atau bahkan semua teman-teman pelukis pernah mengalami hal ini; "minta dilukis gratis." Alasannya macam-macam lah, mulai dari hubungan pertemanan, atau mungkin orang yang meminta mengganggap kegiatan melukis itu mudah, seperti teknologi digital di HaPe. Tinggal foto, hubungkan ke komputer, lalu cari printer, kemudian klik "enter", dan simsalabim adakadabra! keluarlah hasilnya!

Padahal alat dan bahannya dibeli dengan mahal, serta mungkin ada yang mengerjakannya selama berhari-hari (kuli saja sehari dibayar mahal sekarang), walaupun mungkin juga ada yang bisa mengerjakannya dalam hitungan jam atau menit.

Tapi giliran kita katakan begini, "ngapain dilukis? difoto saja, kan gampang, cepat, pasti miripnya, murah pula!"

Jawaban mereka malah begini, "ini kan lukisan! Ya beda laah!"...

Nah lho! Ha ha ha! Apa pun yang beda atau spesial di dunia ini pasti butuh pengorbanan lebih, entah itu waktu, tenaga, ataupun biaya.

Demikian juga dengan saya, pernah mengalami permintaan sejenis itu. Walaupun secara tidak langsung meminta gratis, biasanya bahasanya begini, "Ruh aku tolong dilukisin, dong!"

Saya sudah bisa tebak arah pembicaraannya, maka saya pun sudah terbiasa mengantisipasinya. Berupa beberapa pertanyaan balik, seperti, "pakai kertas atau kanvas? Pakai pigura, tidak? Cara pengirimannya bagaimana? Digulung atau pakai kayu pengaman? Sekalian saya sebutin lamanya waktu pengerjaan, biaya bahan baku, biaya pengiriman, dan biaya piguranya."

Dijamin dianya pasti akan bingung sendiri begitu mengetahui proses berikutnya akan rumit demikian, dan langsung chat-nya berhenti he he he. Maunya pasti digambarin, kita beliin piguranya, lalu dikirim sampai rumahnya, bayar paket pengirimannya dari kita, dan semuanya gratis!

Karena kalau orang yang serius mau minta dilukis kurang lebih biasanya pertanyaannya begini, "kalau saya mau dilukis, berapa biayanya, ya?" Baru setelah itu nego macam-macam.

Konyolnya, jika kita berurusan ke kantor sang teman yang bekerja di instansi pemerintahan misalnya. Semua urusan tidak gratis, itu pun seringkali dipersulit pula. Kadang-kadang kalau mau lancar bahasanya nyindir-nyindir supaya ada uang pelicin. Padahal sudah bayar sesuai biaya standar. Apalagi kalau punya teman dokter atau apoteker, biaya berobat mana pernah bisa ditawar? Mahal pun dibela-belain ngutang. Itu pun tidak ada jaminan sembuh. Makin parah sakitnya atau ginjalnya kena (karena efek dari obat) malah banyak. Padahal obatnya dibayar kontan. Habis operasi pasien meninggal pun biaya pengobatan dan perawatannya tetap dibayar kok (jarang atau mungkin hampir tidak pernah ada yang protes soal ini).

Coba kalau lukisan potret nggak mirip? Udah capek pun bikinnya, pasti nggak bakalan dibayar. Diomel-omelin pasti! Nah ini kamu minta gratis? Logikanya di mana?

Saya sendiri sih beberapa kali memberikan lukisan gratis pada beberapa orang sebagai bentuk penghormatan kepada mereka. Itu pun saya lihat-lihat dulu orangnya. Karena dulu pernah ada kejadian yang tidak mengenakan hati, yaitu memberikan lukisan gratis pada seseorang yang meminta, namun lukisan tersebut saat ini tidak jelas nasibnya, karena saya tidak pernah melihatnya lagi di rumahnya, entah tidak dipasang di dinding, entah tidak dirawat, atau bahkan entah hilang.

Beberapa hari yang lalu saya mengobrol dengan seorang pelukis kawakan, rupanya beliau juga mengalami kejadian ini, dan menambahkan, "masih mending kalau tidak kelihatan sama kita mas. Yang lebih nyakitin tuh kalau lukisannya ditaruh di garasi!" katanya.

Jadi hakekatnya, jika sesuatu kita dapat secara gratis atau tidak didapat melalui proses perjuangan, maka kita akan kurang menghargainya. Namun jika kita membelinya, apalagi dengan harga mahal, maka kita pun akan merawatnya.

Prinsip ini berlaku pula untuk semua hal. Dulu saya pernah membuat kursus menggambar gratis, atas nama "jiwa sosial". Tapi ya itu, yang belajarnya seenaknya, tiga pertemuan nggak nongol, di pertemuan kelima baru muncul. Hasilnya? Ya bubar! Ha ha ha!

Sekarang sih boro-boro mau melukis gratis, nggak gratis saja seringnya saya mahalin kok. Soalnya kalau harganya nggak sreg, ngerjainnya juga tidak semangat. Belum lagi rewelnya kalau ada kekurangan ini-itu. Kalau honor yang kita terima besar, otomatis mengerjakannya juga semangat dan hasilnya pasti bagus. Ya seimbang lah antara kualitas dan harga.

Maka Om Kahlil Gibran pun bersabda,
yang menyakitkan itu bukanlah permintaan yang tidak dikabulkan
tapi pemberian yang ditolak.
Sumber
Guruh Ramdani
21 November 2017

Share:

Total Tayangan Halaman

+ Follow
Join on this site

with Google Friend Connect

Popular Posts